Sabtu, 14 Juni 2014

Perbedaan Standar IT di Indonesia, Amerika, Eropa dan Asia

Perbedaan Standar IT di Indonesia, Amerika, Eropa dan Asia


Standar profesi IT disetiap Negara pasti berbeda-beda sesuai dengan ketentuan dari Negara masing-masing. Menurut Schein E. H (1962), Profesi merupakan suatu kumpulan atau kesatuan pekerjaan yang membangun suatu kesatuan norma yang sangat khusus yang berasal dari perannya yang khusus di masyarakat. Berikut pembahasan tentang perbedaan standar profesi di Indonesia, Asia, Eropa dan Amerika.

1.      Standar Profesi Di Indonesia
Perkembangan industri TI ini membutuhkan suatu formalisasi yang lebih baik dan tepat mengenai pekerjaan profesi yang berkaitan dengan keahlian dan fungsi dari tiap jabatannya. Hal ini menimbulkan kebutuhan untuk dibentuknya suatu standar profesi di bidang tersebut. Para profesional TI, sudah sejak lama mengharapkan adanya suatu standar kemampuan yang kontinyu dalam profesi tersebut. Masih banyaknya pekerjaan yang belum adanya standardisasi dan sertifikasi Profesi IT di indonesia, dikarenakan Standardisasi Profesi IT yang diperlukan Indonesia adalah standar yang lengkap, dimana semua kemampuan profesi IT di bidangnya harus di kuasai tanpa kecuali, profesi IT seseorang mempunyai kemampuan, dan keahlian yang berbeda dengan bidang yang berbeda-beda, tapi perusahaan membutuhkan sebuah Pekerja IT yang bisa di semua bidang, dapat dilihat dari sebuh lowongan kerja yang mencari persyaratan dengan kriteria yang lengkap yang dibutuhkan perusahaan[1]. Komponen pokok yang harus diperhatikan dalam menentukan standar profesi adalah komptensi. Kompetensi ini mencangkup pendidikan, pengetahuan, keterampilan, sikap kerja dan kemampuan komunikasi serta sosial. Kompetensi berbanding lurus dengan nilai seorang pekerja, makin langka orang yang bias menempati suatu posisi juga akan ikut mendongkrak value orang tersebut. Standarisasi profesi telah menjadi pertimbangan penting untuk bebrapa institusi pemerintahan seperti badan pengkajian dan penerapan teknologi, departemen tenaga kerja, departemen pendidikan serta departemen perdagangan dan industri[2].

2.      Standar Profesi di Asia
Perkembangan industri dalam bidang TI ini membutuhkan formalisasi yang lebih baik dan tepat mengenai pekerjaan, profesi berkaian dengan keahlian dan fungsi dari tiap jabatan. SEARCC merupakan suatu forum/badan yang beranggotakan himpunan profiesional IT (Information Technology) yang terdiri dari 13 negara. SEARCC dibentuk pada Februari 1978, di Singapore oleh 6 ikatan komputer dari negara-negara Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Philipine, Singapore dan Thailand. SEARCC mengadakan konferensi setahun dua kali ditiap negara anggotanya secara bergiliran. Keanggotaan SEARCC bertambah, sehingga konferensi dilakukan sekali tiap tahunnya. Konferensi yang ke-15 ini, yang bernama SEARCC '96 kali ini diselenggarakan oleh Computer Society of Thailand di Thailand dari tanggal 3-8 Juli 1996. Sri Lanka telah menjadi anggota SEARCC sejak tahun 1986, anggota lainnya adalah Australia, Hong Kong, India Indonesia, Malaysia, New Zealand, Pakistan, Philipina, Singapore, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Kanada. Indonesia sebagai anggota South East Asia Regional Computer Confideration(SEARCC) turut serta dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh SEARCC . Salah satunya adalah SRIG-PS (Special Regional Interest Group on Profesional Standardisation), yang mencoba merumuskan standardisasi pekerjaan di dalam dunia Teknologi Informasi. Untuk keperluan tersebut.

Standardisasi Profesi Model SRIG-PS-SEARCC.
SRIG-PS dibentuk karena adanya kebutuhan untuk mewujudkan dan menjaga standar profesional yang tinggi dalam dunia Teknologi Informasi, khususnya ketika sumber daya di region ini memiliki kontribusi yang penting bagi kebutuhan pengembangan TI secara global. SRIG-PS diharapkan memberikan hasil sebagai berikut :
1.    Terbentuknya Kode Etik untuk profesional TI
2.    Klasifikasi pekerjaan dalam bidang Teknologi Informasi
3.    Panduan metoda sertifikasi dalam TI
4.    Promosi dari program yang disusun oleh SRIG-PS di tiap negara anggota SEARCC
Pada pertemuan yang ke empat di Singapore, Mei 1994, tiga dari empat point tersebut hampir dituntaskan dan telah dipresentasikan pada SEARCC 1994 di Karachi. Dalam pelaksanaannya kegiatan SRIG-PS ini mendapat sponsor dariCenter of International Cooperation on Computerization (CICC). Hasil kerja tersebut dapat diperoleh di Central Academy of Information Technology (CAIT), Jepang. Pelaksanaan SRIG-PS dilakukan dalam 2 phase.
Phase 1, hingga pertemuan di Karachi telah diselesaikan.
Phase 2, akan diselesaikannya panduan model SRIG-PS, phase 2 ini akan diselesaikan di SEARCC 97 yang akan diselenggarakan di New Delhi.

Pembentukan Kode Etik
Kode etik merupakan suatu dokumen yang meletakkan standard dari pelaksanaan kegiatan yang diharapkan dari anggota SEARCC. Anggota dalam dokumen ini mengacu kepada perhimpunan komputer dari negara-negara yang berbeda yang merupakan anggota SEARCC. Sebelum suatu kode etik diterima oleh SEARCC, dilakukan beberapa langkah pengembangan, yaitu :
1.                  Menelaah kode etik yang telah ada dari assosiasi yang sejenis, yaitu :
2.                  IFIP (International Federation for Information Processing)
3.                  ACM (Association for Computing Machinery)
4.                  ASOCIO (Asian Oceaniq Computer Industries Organization)
Menelaah kode etik yang telah ada pada asosiasi anggota SEARCC :
a.        Malaysian Computer Society (Code of Profesional Conduct)
b.       Australian Computer Society (Code of Conduct)
c.        New Zealand Computer Society (Code of Ethics and Profesional Conduct)
d.       Singapore Computer Society (Profesional Code of Conduct)
e.        Computer Society of India (Code of Ethics of IT Profesional)
f.         Philipine Computer Society (Code of Ethics)
g.       Hong Kong Computer Society (Code of Conduct)
h.       Mengembangkan draft dari model
i.         Model tersebut ditelaah dan diselesaikan oleh anggota SRIG-PS
j.         EXCO-SEARCC menyetujui kode etik tersebut. 
Kode etik tersebut memiliki suatu kerangka kerja yang akan menentukan pengimplementasian kode etik tersebut yaitu :
1.                  Pelaksanaan umum
2.                  Dalam relasinya dengan SEARCC
3.                  Dalam relasinya dengan anggoa lain dari SEARCC.
Kode Etik SEARCC ini dapat digunakan untuk menyusun kode etik bagi suatu himpunan di negara anggota. Dengan mengacu kepada kode etik dan menyesuaikan dengan kondisi dan dasar hukum di Indonesia, diharapkan IPKIN dapat menyusun suatu kode etik untuk profesi teknologi Informasi di Indonesia.

Klasifikasi Job
Klasikasi Job secara regional merupakan suatu pendekatan kualitatif untuk menjabarkan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu pada tingkat tertentu. Sebelum diterimanya suatu model klasifikasi pekerjaan dilakukan analisis terhadap model yang telah dipakai pada beberapa negara misal: Malaysia, Singapore, Hong Kong dan Jepang. Kemudian dijabarkan suatu kriteria yang dapat diterima untuk menjadi model regional. Proses identifikasi kemudian dilakukan untuk mengetahui klasifikasi pekerjaan yang dapat diterima di region tersebut. Kemudian dilakukan pendefinisian fungsi, output, pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk setiap tingkatan dari pekerjaan tersebut. Proses ini telah dilaksanakan pada SRIG-PS Meeting di Hong Kong 3-5 Oktober 1995.
Pada umumnya terdapat dua pendekatan dalam melakukan klasifikasi pekerjaan ini yaitu, model yang berbasiskan industri atau bisnis. Pada model ini pembagian pekerjaan diidentifikasikan oleh pengelompokan kerja di berbagai sektor di industri Teknologi Informasi. Model ini digunakan oleh Singapore dan Malaysia[3].

3.      Standar Profesi di Eropa dan Amerika
Satu hal penting mengapa profesi pustakawan dihargai di Amerika adalah bahwa dari sejarahnya, perkembangan profesi pustakawan di Amerika Serikat sejalan dengan sejarah pembentukan Amerika Serikat sebagai negara modern dan juga perkembangan dunia akademik. Pada masa kolonial, tradisi kepustakawanan di dunia akademik merupakan bagian dari konsep negara modern, utamanya berkaitan dengan fungsi negara untuk menyediakan dan menyimpan informasi. Oleh karena itu, profesi purstakawan dan ahli pengarsipan mulai berkembang pada masa itu.
Sejalan dengan itu, posisi pustakawan mengakar kuat di universitas-universitas dan tuntutan profesionalitas pustakawan pun meningkat. Untuk menjadi seorang pustakawan, Seseorang harus mendapatkan gelar pada jenjang S1 pada area tertentu terlebih dahulu untuk bisa melanjutkan ke jenjang S2 di bidang perpustakaan. Khusus untuk pustakawan hukum, beberapa sekolah perpustakaan memiliki jurusan khusus pustakawan hukum.
Untuk memastikan hal ini, dibentuklah panduan profesi pustakawan yang memastikan seorang pustakawan harus memiliki gelar profesional pustakawan. Selain harus memiliki sertifikat, para pustakawan profesional ini pun juga terus mengembangkan pendidikan profesinya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan di area tertentu yang berkaitan dengan pengolahan dokumen. Hal ini penting untuk menghadapi perkembangan dunia elektronik yang juga berpengaruh terhadap kebutuhan pengguna dan proses pengolahan.
Sementara itu, pekerjaan-pekerjaan teknis yang berkaitan dengan manajemen dan pengelolaan perpustakaan seperti scanning dokumen, jaringan internet, memasang sistem katalog dalam jaringan komputer, dikerjakan ahliahli yang berfungsi sebagai staf teknis perpustakaan. Umumnya mereka memiliki latar belakang pendidikan di bidang Teknologi Informasi. Mereka staf teknis dan bukan pustakawan.
Hal ini tentu berbeda dengan kondisi di Indonesia. Profesi pustakawan seringkali ditempatkan hanya sebagai pekerjaan teknis, tukang mengolah katalog, mencari dan mengembalikan buku perpustakaan ditempatnya, serta memfotokopi dokumen yang dibutukan pengguna. Tidak ada pembagian fungsi dan tugas yang tegas antara pustakawan dan staf teknis[3].

Daftar Pustaka:
[2] iqbalhabibie.staff.gunadarma.ac.id/.../Perbedaan+mod...

Kesimpulan:


Dari bahasan mengenai perbedaan standat IT di Indonesia, Amerika, Asia dan Eropa dapat diambil suatu kesimpulan bahwa seiring berkembangnya jaman persaingan antara dunia IT semakin lebih maju dan berkembang. Negara Indonesia mengacu pada kompetensi masyarakatnya dengan menggunakan kemampuan profesi IT di bidangnya yang harus di kuasai tanpa kecuali. Di Asia terdapat South East Asia Regional Computer Confideration (SEARCC) merupakan suatu forum/badan yang beranggotakan himpunan profiesional IT (Information Technology) yang terdiri dari 13 negara. SEARCC mengadakan konferensi setahun dua kali ditiap negara anggotanya secara bergiliran. Konferensi tersebut membahas mengenai perumusan standarisasi profesi yang membentuk kode etik dan klasifikasi pekerjaan yang akan digunakan. Sementara standarisasi profesi yang berada di Eropa dan Amerika memiliki Pustakawan yang bekerjasama dengan The Modern Language Association menyusun panduan yang berkaitan dengan informasi linguistik yang berisi materimateri, metodemetode dan bahkan halhal mengenai etika yang berkaitan dengan linguistik. Banyak pustakawan hukum di Amerika Serikat yang juga memiliki gelar hukum dan aktif melakukan penelitian dan kontribusi lainnya terhadap profesi hukum. Jadi penentu standarisasi profesi mengacu pada kemampuan atau kompetensi dari masyarakat yang ada dinegaranya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar